Jumat, 17 Februari 2012

Realita dan Etika

Peristiwa reformasi 1998 telah memberi andil bagi perkembangan iklim kebebasan pers di Indonesia, dimana salah satu amanat reformasi adalah memberi kebebasan pers dalam bagi para insan jurnalistik yang tidak disetir ataupun dikekang oleh kekuasaan pemerintah. Apalagi dengan diterbitkannya UU no. 40 tentang Pers oleh Presiden BJ. Habibie pada tahun 1999 tersebut semakin memberi angin kebebasan bagi para insan pers nasional dalam meng-ekspose sebuah berita.
Dengan adanya kebebasan tersebut, berbagai media massapun mulai bermunculan satu persatu baik itu media cetak maupun elektronik. Seiring dengan perkembangan tersebut, sejumlah media berlomba-lomba untuk mencari pasar tersendiri bagi berita atau informasi yang dirilisnya. Inovasi-inovasipun harus dicari oleh masing-masing media agar mereka tidak kalah bersaing dengan media massa yang lain.
Salah satu jenis pemberitaan yang tubuh subur pasca reformasi adalah infotainment, yang intinya menggabungkan antara informasi dan entertainment. Dalam dunia infotainment, pemberitaan yang dihadirkan dikemas dengan penyampaian yang lebih soft dan ditambah unsur-unsur hiburan di dalamnya.
Dengan kemasan inilah, infotainment mendapat tempat di hati masyarakat. Tidak hanya dikalangan remaja, tapi juga dikalangan ibu-ibu dan dewasa. Seiring dengan postifnya sambutan dari masyarakat, maka satu persatu infotainment barupun bermunculan dan mengisi sebagian besar acara di berbagai stasiun televisi.
Bahkan menurut hasil survei Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Maret 2006 tayangan infotainment telah mengisi 63 persen tayangan televisi Indonesia. Merujuk pada arti sesungguhnya dari infotainment, yaitu informasi yang dikemas dalam balutan entertainment, maka sudah sewajarnya jika porsi informasi lebih banyak daripada porsi hiburan itu.
Namun faktanya, kini inforainment justru lebih mengutamakan unsur hiburan dari pada unsur informasi. Ini terkait dengan kandungan informasi misalnya bobot informasi atau penting tidaknya informasi tersebut disampaikan kepada publik. Seiring berjalannya waktu, kontrol atas pemberitaan yang beredar semakin tidak jelas. Infotainment yang menjadikan dunia selebriti sebagai komoditi sumber pemberitaannya, tidak lagi memperhatikan kode etik jurnalistik yang ada. Sehingga ada beberapa insan jurnalistik dan kalangan pers lainnya yang tidak mau mencantumkan para wartawan infotainment sebagai bagian dari dunia pers nasional
from : Moch.Adi.Prasetya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar